Abu Yazid: Sufi yang Meminta Maaf pada Anjing

Kisah Abu Yazid Al-Busthomi dan seekor anjing adalah satu dari banyak kisah hikmah yang menyadarkan kita tentang hakikat penyucian hati. Abu Yazid merupakan seorang ulama sufi abad ketiga Hijriyah berkebangsaan Persia. Beliau lahir Tahun 188 H (804 M) bernama kecil adalah Tayfur.

Saat remaja, Abu Yazid telah mendalami Al-Qur’an dan Hadis Nabi kemudian mempelajari ilmu fikih Mazhab Hanafi sebelum akhirnya menempuh jalan tasawuf. Sebagai sufi, maqom (kedudukan) makrifat beliau tidak diragukan lagi. Pernah terbesit di hatinya untuk memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan sifat ketidakpeduliaan terhadap makanan dan perempuan, kemudian hatinya berkata: “Pantaskah aku meminta kepada Allah sesuatu yang tidak pernah diminta oleh Rasulullah SAW?” Bahkan karena ketinggian ilmunya, dia menghukum dirinya sendiri jika melanggar.

Suatu hari Abu Yazid Al-Busthomi mendapat ilmu berharga dari seekor anjing di tepi jalan. Seperti biasa, Abu Yazid suka berjalan sendiri di malam hari. Lalu beliau melihat seekor anjing berjalan terus ke arahnya. Ketika anjing itu menghampiri beliau, Abu Yazid mengangkat jubahnya khawatir tersentuh anjing yang katanya najis itu.

Spontan anjing itu pun berhenti dan terus memandangnya. Entah bagaimana Abu Yazid seperti mendengar anjing itu berkata padanya. “Tubuhku kering dan tidak akan menyebabkan najis padamu. Kalau pun engkau merasa terkena najis, engkau cukup membasuh 7 kali dengan air dan tanah, maka najis di tubuhmu itu akan hilang. Tapi jika engkau mengangkat jubahmu kerana menganggap dirimu lebih mulia, lalu menganggapku anjing yang hina, maka najis yang menempel di hatimu itu tidak akan bersih walaupun engkau membasuhnya dengan 7 samudera lautan”.

Mendengar itu, Abu Yazid tersentak dan meminta maaf kepada anjing tersebut. Sebagai tanda permohonan maafnya yang tulus, Abu Yazid lantas mengajak anjing itu untuk bersahabat dan jalan bersama. Namun anjing itu menolaknya.

“Engkau tidak patut berjalan denganku. Karena mereka yang memuliakanmu akan mencemooh dan melempari aku dengan batu. Aku tidak tahu mengapa mereka menganggapku hina, padahal aku berserah diri pada sang Pencipta wujud ini. Lihatlah aku tidak menyimpan dan membawa sebuah tulang pun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum,” kata anjing itu pergi meninggalkan Yazid.

Yazid pun terdiam dan berkata: “Duhai Allah, untuk berjalan dengan seekor anjing ciptaan-Mu saja aku tidak layak. Bagaimana aku merasa layak berjalan bersama dengan-Mu, ampunilah aku dan sucikan hatiku dari segala kotoran.”

Sejak peristiwa itu, Syeikh Abu Yazid senantiasa memuliakan dan mengasihi semua mahluk Allah tanpa syarat. Kisah ini mengingatkan kita sebuah pesan indah yang difirmankan Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an. “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS. An-Najm: 32)

Yazid wafat pada tahun 261 Hijriyah (875 Masehi), ada yang menyebut tahun 264 Hijriyah (878 M). Makam beliau terletak di pusat Kota Bistami (Bashtom) yang banyak diziarahi para umat Islam. Sebuah kubah didirikan di atas makamnya atas perintah Sultan Mongol bernama Muhammad Khudabanda, seorang sultan yang berguru kepada Syeikh Syaraf al-Din (keturunan Yazid), pada tahun 713 H (1313 M). Red

Pos terkait