Nama Wali Gendon atau Mbah Gendon sangat terkenal bagi kalangan umat Islam di Jawa Tengah, terutama masyarakat Pekalongan. Penyebar ajaran Islam yang bernama asli Mohammad Arshal itu dikenal sebagai salah satu sosok ulama sakti pada zaman dahulu.
Sebagian masyarakat menyebutnya Mbah Gendon dan terkenal dengan laku tirakatnya. Makamnya pun sampai saat ini masih ramai dikunjungi para peziarah. Makam Wali Mbah Gendon yang terletak di Desa/Kecamatan Kesesi pada Ramadan 1438 Hijriyah ini dikunjungi banyak peziarah. Di sana, para pengunjung juga sering melakukan khataman Quran.
Mbah Gendon yang diperkirakan hidup pada sekitar tahun 1868-1960 merupakan anak satu-satunya pasangan Tarab dan Takumi. Ia lahir di Desa Kesesi Kecamatan Kesesi, Pekalongan. Sejak kecil Mohammad Arshal dikenal sebagai sosok yang pendiam, mengalah dan pemaaf. Kedua orang tuanya juga mendidik Mbah Gendon dengan cara sederhana dan mandiri. Adapun waktu kecilnya Mbah Gendon sehari-hari menggembala ternak milik orang lain. Sampai remaja dan dewasa pun sifatnya tidak berubah. Bahkan malah semakin menjauhi duniawi.
Sampai pada akhirnya, kedua orang tua Mbah Gendon mengenalkannya kepada seorang perempuan sebagai pendamping hidupnya. Namun tidak seperti pernikahan pada umumnya, setelah menikah Mohammad Arshal bersama rombongan pengantar malah kembali ke rumah orang tuanya.
“Ternyata beliau (Mbah Gendon) belum memiliki keinginan untuk berumah tangga. Namun masih ingin memperdalam ilmu agama atau mondok,” ungkap ahli waris Makam Mbah Gendon, M Arifin.
Sehingga, Mbah Gendon kemudian berpamitan kepada kedua orang tua serta sanak saudara untuk berangkat mondok ke Babakan Ciwaringin Cirebon Jawa Barat. Mondok di Kiai Munir. Sekitar lima tahun menimba ilmu di rantau tersebut, lingkungan sekitar terserang wabah gatal-gatal. Sehingga pengasuh ponpes setempat menyarankan untuk mandi di sebuah sendang yang berair hangat.
Namun Mohammad Arshal hanya di tepian saja. Sehingga teman-temannya yang iseng lantas mendorongnya ke dalam sendang. Setelah tercebur ke dalam sendang, beliau tak muncul kembali. Teman-temannya sudah mencari, bahkan air sendang sudah dikeringkan, namun Mbah Gendon tengil tidak kunjung ditemukan.
Sehingga, hal itu membuat pengasuh pondok pesantren berkunjung ke Desa Kesesi, untuk memberikan kabar tersebut kepada kedua orang tuanya. Setelah beberapa tahun kemudian, tiba-tiba rumah kedua orang tuanya terdengar suara diketuk-ketuk. Karena ketakutan, pintu tetap tidak dibuka.
Baru setelah mengucapkan salam dan menyebutkan namanya, ayahnya membukakan pintu. Hal itu membuat kedua orang tuanya terkejut bercampur bahagia. Sebab anaknya yang hilang puluhan tahun akhirnya pulang.
“Namun saat pulang itu pakaian beliau (Mbah Gendon) tak lazim, yakni auratnya hanya tertutup oleh akar-akaran yang dianyam. Jenggotnya lebat dan rambutnya terurai panjang,” terangnya.
Selama menghilang, Mbah tinggal di hutan dan goa ditemani sejumlah hewan. Dia hanya mengonsumsi petai cina dan bunga pohon jati. Kedatangan Mohammad Arshal itu membuat warga setempat berbondong-bondong mendatangi rumahnya karena penasaran. Namun tiba-tiba dan tanpa sebab, laki-laki yang membuat geger warga itu malah naik ke pohon kelapa.
Beliau tidak makan dan minum di atas pohon kelapa itu selama berbulan-bulan. Meskipun dirayu keluarga, tetap tidak bersedia turun. Hingga sekitar setahun kemudian turun tanpa ada yang meminta, dan beliau turun menaiki pelepah kelapa yang sudah kering dan meluncur ke bawah.
Pelepah itupun yang digunakannya untuk duduk selama berbulan-bulan lagi. Musim hujan juga tidak menggoyahkannya. Hingga keluarga membuatkan tempat untuk berteduh. Kabar kepulangan Mohammad Arshal itu akhirnya sampai ke pengurus ponpes tempat dia menuntut ilmu agama.
Sehingga pengurus ponpes beserta sejumlah santri berkunjung ke rumah orang tua Muhammad Arshal. Ketenaran Mbah tidak hanya sekitar Pekalongan saja. Ada kisah, saat itu sekitar tahun 90-an, ada warga Malaysia itu berkunjung ke makam si Mbah didampingi adiknya warga Pangkal Pinang.
Dia mengaku bertemu Mbah dan diajar mengaji. Setelah itu, Mbah Gendon memberi alamat tinggalnya di Kesesi ini (tempat makamnya) kepada warga Malaysia itu. Dia kaget saat tiba di alamat itu, karena baru mengetahui kalau ternyata Mbah Gendonsudah meninggal sekitar tahun 1960-an.
Warga Lampung juga hampir sama ceritanya. Namanya Pak Sodikin. Dia ke sini sekitar tahun 2000-an. Dia cerita tiga bulan sebelumnya bertemu Mbah di hutan, ngobrol-ngobrol dan kemudian dikasih alamat di Kesesi ini. Kaget juga setelah sampai sini, ternyata Mbah Gendon sudah meninggal. Red